SHOLAH & PATNERS
ADVOKAT PERADI NIA. 13.01845 PERADI CAB. JOMBANG HP/WA : 081-259-037-600
17 Januari 2021
peran Posko Sambung Rasa Desa
01 November 2020
BAGAIMANA CARA MEMBAGI HARTA BERSAMA PERKAWINAN (GONO-GINI)
CARA MEMBAGI HARTA BERSAMA PERKAWINAN (GONO-GINI)
UU No.1 Th 1974 Tentang Perkawinan
- Harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
- Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masingmasing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
- Mengenai harta bersama suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
- Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukurn mengenai harta bendanya.
PENGACARA JOMBANG NIA.PERADI. 13-01845
PENGACARA JOMBANG
“SHOLAH & PATNERS”
Jl. Mojokrapak 12, Tembelang, Jombang
Hp./WA. : 081259037600
menangani permasalahan
hukum keluarga ( perceraian, poligami, waris, gono gini dll ) di seluruh
wilayah Nusantara
Sebagai wujud kepedulian Kantor Pengacara “SHOLAH & PATNERS”
terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi di masyarakat Negara
Republik Indonesia, serta amanat dari pasal 22 Undang-undang Nomor 18 tahun
2003 tentang Advokat, dengan ini Kantor Pengacara “SHOLAH & PATNERS”
memberikan pelayanan konsultasi hukum gratis kepada masyarakat khususnya untuk
perkara hukum keluarga.
KONSULTASI bisa Online maupun OffLine melalui
Nomor WA tertera diatas
Kantor Pengacara “SHOLAH & PATNERS”
adalah kantor pengacara Jombang yang profesional
dan amanah. Mengenai biaya jasa Pengacara kami menerapkan kesepakatan yang
realistis dan kejujuran antara calon klien dengan kami. meliputi Lawyer
Fee, biaya perkara di pengadilan dan biaya
operaional yang diperlukan.
Apa yang anda bayar pada kami adalah apa yang
telah menjadi kesepakatan.
Tidak ada tambahan biaya diluar kesepakatan. Bagaimana dengan cara
pembayaran? Mengenai cara pembayaran pun dilakukan dengan kesepakatan. Lebih
lengkapnya anda bisa menghubungi nomor telephone atau mengunjungi kantor kami
yang beralamatkan di Jl. Mojokrapak 12 Ds. Mojokrapak, Kec. Tembelang, Kab. Jombang.
Telephone dan WA di nomor : 081259037600 & 085648543664
HAK ASUH ANAK PASCA PERCERAIAN AYAH-BUNDANYA
Hak Asuh Anak setelah Perceraian
Prosedur Hak Asuh Anak Pasca Cerai
Dalam pasal 41 Undang-Undang perkawinan tahun 1974 menyebutkan bahwa salah satu akibat dari putusnya perkawinan adalah :
1)
ibu atau
ayah tetap memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak. Jika terjadi
perselisihan mengenai penguasaan anak, maka pengadilan yang akan memberikan
keputusan kepada siapa hak asuh anak tersebut kemudian akan diberikan;
2)
ayah
yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan oleh anak itu, apabila bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut;
3)
pengadilan
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau
menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri .
Dalam Undang-Undang perkawinan
tidak terdapat pasal yang menjelaskan hak asuh anak pasca cerai jatuh pada ayah
atau ibu, akan tetapi terkait dengan hal ini Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991
pasal 105 menjelaskan secara lebih rinci yaitu :
1)
pemeliharaan
anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
2)
pemeliharaan
anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada si anak untuk memilih di antara ayah
atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;
3)
biaya
pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Dari penjelasan ini bisa diambil kesimpulan bahwa hak asuh anak pasca cerai
jatuh pada ibu, jika anak tersebut belum berumur 12 tahun.[1] Hak asuh anak
yang terdapat dalam pasal 41 UU Perkawinan dan pasal 105 KHI dapat dipahami
bahwa hak asuh anak jatuh pada ibu, sedangkan biaya pendidikan dan pemeliharaan
yang dibutuhkan oleh anak tetap menjadi tanggung jawab ayah.
Selanjutnya dalam Pasal 31 UU No.23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menjelaskan bahwa salah satu orang
tua, saudara kandung atau keluarga sampai derajat ketiga dapat mengajukan
gugatan kepada pengadilan agama tentang pencabutan kuasa hak asuh anak, jika
terdapat alasan kuat mengenai hal tersebut. Dalam hubungannya dengan gugatan
hak asuh anak, jika dilihat dari sisi kepentingan penggugat sekurangnya
terdapat dua kemungkinan bentuk tuntutan yaitu:
Pertama : si
penggugat berkepentingan hanya untuk menetapkan menurut hukum bahwa hak
pemeliharaan atas anak tersebut berada dalam penguasannya sedangkan faktanya
anak tersebut memang sudah berada dalam pemeliharaan dan penguasaannya.
Tuntutan ini diajukan dengan alasan adanya indikasi kuat bahwa pihak tergugat
ingin merebut si anak sedangkan tergugat tidak mampu memberikan jaminan bagi
perkembangan yang terbaik bagi si anak. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar
pihak tergugat tidak bisa mengambil anaknya begitu saja untuk dikuasai.
Kedua,
penggugat disamping berkepentingan untuk menetapkan secara hukum atas anaknya
berada dalam pemeliharaan dan penguasaannya juga berkpentingan untuk memperoleh
anaknya kembali ke dalam pemeliharaannya yang faktanya selama ini telah
dikuasai oleh tergugat.
Prosedur pengajuan gugatan terhadap hak asuh anak :
Dalam
memutuskan siapa yang berhak atas “kuasa asuh anak” dalam perkara perceraian,
sampai saat ini belum ada aturan yang jelas dan tegas bagi hakim untuk
memutuskan siapa yang berhak, Ayah atau Ibu. Jadi tidak heran banyak
permasalahan dalam kasus “perebutan kuasa asuh anak”, baik didalam persidangan
maupun diluar persidangan. Kalaupun ada, satu-satunya aturan yang jelas dan
tegas bagi hakim dalam memutuskan hak asuh anak ada dalam Pasal 105 Kompilasi
Hukum Islam yang menyatakan :
“Dalam hal terjadi perceraian :
1) pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum
berumur 12 tahun adalah hak ibunya.
2) pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada
anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan.
3) biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Karena tiadanya aturan yang jelas
maka pada umumnya, secara baku, hakim mempertimbangkan putusannya berdasarkan
fakta-fakta dan bukti yang terungkap di persidangan mengenai baik buruknya pola
pengasuhan orang tua kepada si anak termasuk dalam hal ini perilaku dari orang
tua tersebut serta hal-hal terkait kepentingan si anak baik secara psikologis,
materi maupun non materi.[2]
Adapun prosedur pengajuan hak asuh
anak termasuk dalam kumulasi perkara acara permohonan cerai mengingat bahwa hak
asuh anak terjadi sebagai akibat dari adanya perceraian. Permohonan ini dapat
diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak ataupun sesudah ikrar talak
diucapkan (pasal 66 (5) UU-PA) kumulasi ini merupakan ketentuan khusus.
Cara mengajukan perkara hak asuh
anak di pengadilan agama :
Persyaratan Umum :
Ø Membayar panjar biaya perkara yang telah ditentukan
Persyaratan Hadlonah/ Hak Asuh Anak
:
- Surat
gugatan atau permohonan
- Fotocopy
surat nikah atau akte cerai Pemohon 1 lembar dengan materai Rp. 6000,-
- Foto
copy KTP satu lembar folio (tanpa dipotong)
- Foto
copy akta kelahiran anak yang akan diasuh atau surat keterangan dokter/
bidan 1 lembar disertai materai Rp. 6000,-
- Surat
keterangan gaji/ penghasilan (bagi PNS/TNI/POLRI)[3]
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya bahwa tidak ada aturan yang jelas mengenai pentapan hak asuh anak,
dalam memutuskan perkara tersebut hakim juga harus mempertimbangkan tentang
konsepsi perlindungan anak mengingat pengertian dari hak asuh anak itu sendiri
adalah hak anak mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan dari orang tuanya .
Sebagaimana yang diatur UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah konsepsi
perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif asas-asas:
1.
Nondiskriminasi
2.
kepentingan
yang terbaik bagi anak;
3.
hak
untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
4.
penghargaan
terhadap pendapat anak.
Jadi dalam perkara hukum yang
menyangkut kepentingan anak, Hakim sebelum memutuskan siapa yang berhak atas
“kuasa asuh anak” dapat meminta pendapat dari si anak. Hal ini juga tidak
terlepas dari kewajiban Hakim untuk memutus suatu perkara dengan seadil-adilnya
dengan menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan.
Pasal 10 UU No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menyatakan :
"Setiap anak berhak menyatakan
dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan
nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan"
Berdasarkan ketentuan pasal 10 UU
No. 23 Tahun 2002 diatas maka jelas dan tegas Hakim dapat meminta pendapat dari
si anak dalam perkara hukum “kuasa asuh anak”. Untuk meminta pendapat dari si
anak dalam perkara hukum “kuasa asuh anak”, hakim harus mempertimbangkan
tingkat kecerdasan dan usia si anak.
“Melibatkan anak dalam putusan cerai ayah
dan bundanya
adalah langkah kurang bijak”
22 September 2019
Kamis, 29 Agustus 2019, bertempat di Aula Bakorwil Kementerian Hukum dan HAM. Tim Kadarkum Desa Mojokrapak diketuai Mohamad Sholahuddin, SH. berangkat mewakili Kabupaten Jombang dalam event Lomba Kadarkum tingkat Bakorwil Bojonegoro.
dalam Lomba Kadarkum dibagi 2 kategori
1. Lomba Perform Tim tentang Kadarkum
2. Cerdas Cermat dengan penguasaan materi 7 UU ( UU Lalulintas, UU Trafficking, UU Narkotika, UU SPPA, UU Terorisme, UU ITE)
Lomba diikuti oleh 5 Kabupaten :
1. Kabupaten Bojonegoro
2. Kabupaten Tuban
3. Kabupaten Mojokerto
4. Kabupaten Jombang
5. Kabupaten Gresik
Kabupaten Jombang mendapatkan Juara II dalam Lomba tersebut.
substansi terpenting dalam lomba tersebut adalah bagaimana masyarakat bisa berperan serta aktif dalam menciptakan pranata keluarga dan pranata masyarakat yang sadar hukum. sehingga ketiak masyarakat benar-benar sadar hukum maka diharapkan potensi kriminalitas serta kejahatan bisa diminimalisir.
masyarakat harus memiliki upaya cegah tangal dini segala potensi kejahatan dengan mengaktifkan forum-forum sosialisasi, forum kebersamaan untuk mengedukasi masyarakat tentang kejahatan dan kriminalitas.
apabila terjadi kejahatan dan kriminalitas masyarakat mempunyai perangkat penyelesaian awal dengan mengedepankan upaya Restoratif justice ( menyelesaikan persoalan hukum diluar proses hukum) terutama pada kejahatan dengan pelaku anak-anak.
kalau di kabupaten Jombang khususnya di Desa Mojokrapak diwujudkan dalam bentuk Posko sambung rasa.
MENCEGAH LEBIH BAIK DARI PADA MENANGANI MASALAH
Semangat itu dibutuhkan untuk bergerak bersama melakukan upaya promotif Prefentif terhadap segala hal yang bisa berpotensi memunculkan persoalan di masyarakat. pada hari jum'at tanggal 23 Agustus 2019 bertempat didesa Sengon, saya diminta sebagai Narasumber dalam acara Workshop sekaligus Sosialisasi tentang Perlindungan Anak di Desa Sengon, Kec. Jombang.
Desa Sengon ada diwilayah Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 8.000 jiwa sekaligus diwilayah sengon menjadi wilayah pusat pendidikan. potensi kerawanan ABH ( Anak Berhadapan dengan Hukum) tergolong tinggi. sekolah-sekolah favorit dan sekolah-sekolah kejuruan yang banyak bermunculan didaerah sengon menjadi magnet bagi warga masyarakat jombang untuk menyekolahkan anak-anaknya di wilayah ini, maka munculah kos-kosa sampai kontrakan.
interaksi penduduk terjadi sehingga membuat potensi kerawanan semakin meningkat. upaya cegah tangkal sejak dini terhadap potensi Anak berhadapan dengan Hukum ( ABH) di Desa Sengon diharapkan bisa meminimalisir kejahatan serta tindak pidana yang menjadikan anak sebagai pelaku maupun korban.
menggalang komitmen bersama anggota masyarakat sebagai satu strategi untuk menyelesaikan masalah secara komprehensip. masyarakat harus ikut terlibat sesuai dengan kemampuanya untuk meminimalisir munculnya potensi ABH ( Anak Berhadapan dengan Hukum).
partisipasi masyarakat (bergandengan tangan) juga akan mempermudah usaha untuk mewujudkan Desa layak anak. Desa dengan kondisi lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak menjadi generasi sehat.